1.8.2. Demospongiae
Demospongiae ( dalam bahasa
yunani, demo = tebal, spongia = spons) memiliki rangka yang tersusun dari
serabut spongin.
Tubuhnya berwarna cerah karena mengandung pigmen yang terdapat pada amoebosit.Fungsi warna diduga untuk melindungi tubuhnya dari sinar matahari.Bentuk tubuhnya tidak beraturan dan bercabang.Tinggi dan diameternya ada yang mencapai lebih dari 1 meter.Seluruh Demospongiae memiliki saluran air tipe Leukonoid.Habitat Demospongiae umumnya di laut dalam maupun dangkal, meskipun ada yang di air tawar.Demospongiae adalah satu-satunya kelompok porifera yang anggotanya ada yang hidup di air tawar.Demospongiae merupakan kelas terbesar yang mencakup 90% dari seluruh jenis porifera.
Contoh Demospongiae adalah spongia, hippospongia dan Niphates digitalis.
Tubuhnya berwarna cerah karena mengandung pigmen yang terdapat pada amoebosit.Fungsi warna diduga untuk melindungi tubuhnya dari sinar matahari.Bentuk tubuhnya tidak beraturan dan bercabang.Tinggi dan diameternya ada yang mencapai lebih dari 1 meter.Seluruh Demospongiae memiliki saluran air tipe Leukonoid.Habitat Demospongiae umumnya di laut dalam maupun dangkal, meskipun ada yang di air tawar.Demospongiae adalah satu-satunya kelompok porifera yang anggotanya ada yang hidup di air tawar.Demospongiae merupakan kelas terbesar yang mencakup 90% dari seluruh jenis porifera.
Contoh Demospongiae adalah spongia, hippospongia dan Niphates digitalis.
Kelas yang paling menerik diantara kelas lainnya
dalam phylum Porifera ini adalah Demospongiae ( dalam bahasa yunani, demo =
tebal, spongia = spons) Demospongiae merupakan kelas terbesar yang mencakup 90%
dari seluruh jenis porifera. Rangka terdiri dari silikat, bertulang lunak
spons. Tubuhnya berwarna cerah karena mengandung pigmen yang terdapat pada
amoebosit. Fungsi warna diduga untuk melindungi tubuhnya dari sinar matahari.
Bentuk tubuhnya tidak beraturan dan bercabang. Seluruh Demospongiae memiliki
saluran air tipe Leukonoid. Habitat Demospongiae umumnya di laut dalam maupun
dangkal, meskipun ada yang di air tawar ( Dorit,dkk,- ).
Salah satu spesies dari kelas Demospongiae adalah Spongia
sp. Hewan ini banyak ditemukan di perairan laut yang kedalamannya mencapai
50 meter dari dasar laut, umumnya hidup menempel pada substrat dasar pantai
yang berupa bebatuan, cangkang, koral dari karang.
Spongia sp dapat digunakan untuk alat
gosok tubuh pada waktu mandi. Hal ini karena spikula terbuat dari serabut
protein spongin yang lunak. Selain itu juga dapat digunakan untuk menyembuhkan
laringitis akut dan radang tenggorokan, juga mengindikasikan penyakit paru-paru
dalam laring. ( Farrington,- )
2.1
Klasifikasi
Pada awalnya
Porifera dianggap sebagai tumbuhan. Baru pada tahun 1765 dinyatakan sebagai
hewan setelah ditemukan adanya aliran air yang terjadi di dalam tubuh
porifera. Dari 10.000 spesies Porifera yang sudah teridentifikasi,
sebagian besar hidup di laut dan hanya 159 spesies hidup di air tawar, semuanya
termasuk famili spongilidae. Umunya terdapat di perairan jernih, dangkal,
menempel di substrat. Beberapa menetap di dasar perairan atau Lumpur (Aslan,dkk,
2010).
Menurut
Linneaus ( 1759 ) klasifikasi Spongia sp adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Pylum
: Porifera
Ordo
: Dictyoceratida
Famili
: Spongiidae
Genus
: Spongia
Spesies
: Spongia sp
2.2
Morfologi
Spongia sp memiliki
tinggi 10 cm dan diameter 1 cm dengan bentuk bulat masif menyerupai
mangkuk. Serta mempunyai tipe sel Leuconoid/Rhagon yang rumit dan kompleks.
Warna tubuhnya putih keruh coklat dan ada juga yang berwarna kuning atau
orange. Pada ujung cabangnya terdapat oskulum ( tunggal : oskula )
sebagai tempat keluarnya air dari dalam tubuh spons dan di daerah badannya
terdapat ostium ( tunggal : ostia ) sebagai tempat masuknya air.
Kerangkanya
terdiri dari serabut spongin, zat yang secara kimia bersekutu dengan sutera.
Spongin adalah zat mirip dengan keratin rambut dan bulu serta berbentuk
kolagen. Ia dikeluarkan oleh sel berbentuk staples yang dinamakan spongoblast (
sel penghasil spongin ). ( Kasijan, R dan Sri, J,. 2009 ). Pada spons mandi ( Spongia
sp ) tidak mempunyai spikula maupun mengandung silika. ( Harris, 1992 ).
Serabut-serabut spongin (keras = tanduk) tersebut menyediakan dukungan untuk
menjaga pori-pori terbuka
Gambar 1.
Spongioblast dan pembentukan spongin ( kiri ) dan pembentukan spongin ( kanan )
Spongia sp banyak
ditemukan di perairan laut yang kedalamannya mencapai 50 meter dari dasar laut,
umumnya hidup menempel pada substrat dasar pantai yang berupa bebatuan,
cangkang, koral dari karang.
Beberapa
contoh spesies dari genus Spongia dan penyebarannya :
- Spongia tubulifera fouled
Berbentuk
seperti bola besar dan lunak, tought serta bersifat masif. Warna kulit
hitam, tetapi tampaknya ada yang sangat mengotori di antara oscules
tersebar, yang bisa diangkat sebagai cerobong asap, mereka berakhir dengan
kerah berbentuk kerucut. Interior krem putih. Mirip dengan kerangka Spongia
obscura smooth, tapi lebih tebal dari Spongia obscura shaggy.
Biasa ditemukan di Bahama – Bimini, Bahama - Little San Salvador, Bahama -
Sweetings Cay.
Gambar 2. Spongia
tubulifera fouled
Author Referensi: ( Lamarck, 1813)
- 2.
Spongia obscura shaggy
Berwarna
hitam dan besar ,membentuk gundukan lateral pipih atau bulat. Bersifat lobate
dan masif. Diratakan yang dengan oscules berjajar dalam puncak yang bulat
dengan oscules tersebar. Oscules dengan kerah berbentuk kerucut. Shaggy dengan
ujung serat permukaan. Interior bata merah. Spongin lebih tipis daripada di
Spongia lain dari panduan serat ini, dalam retikulasi lebih dikemas. Biasa
ditemukan di Bahama - Little San Salvador.
Gambar 3. Spongia
obscura shaggy
Author
Referensi : ( Hyatt,1877 )
- Spongia obscura smooth
Berwarna
Hitam,seperti gundukan halus, seringkali cukup bulat tapi terdapat lateral yang
diperluas. Bersifat masif dan merayap. Oscules tersebar atau sejajar, dengan
kerah berbentuk kerucut. Interior warna krem. Kerangkanya lebih tebal dari Spongia
obscura shaggy. Biasa ditemukan di Bahama - Cat Island, SW, Bahama - Little
San Salvador, Bahama - Northern Exuma Cays, Bahama - Sweetings Cay
Gambar 4. Spongia
sp. "obscura" smooth
Author
Referensi : ( Hyatt, 1877 )
- 4. Spongia manipulates
Berukuran
sampai 10 cm dengan lebar 20 cm. sangat kenyal dan agak keras karena jaringan
fibrosa padat. Warnanya hitam dan secara keseluruhan berbentuk kompak, gundukan
hemispherical. Habitatnya biasa hidup di bawah terumbu karang dan mulut gua.
Biasa ditemukan di utara dan tenggara Selandia Baru.
Gambar 5. Spongia
manipulates
Author
Referensi : (Cook & Bergquist, 2002)
- Spongia agaricina ( elephant ear )
Sponge
berbentuk seperti pisau tebal atau lebih mirip telinga gajah, berukuran dengan
panjang maksimal 10 cm. membawa osculus banyak berukuran kecil, lebih teratur
ditata, ke arah yang berkumpul permukaan saluran kecil menghembuskan napas.
Komposisi serat utama: 5 - 8 cm diameter, dengan benda asing. Serat sekunder :
0,0025-0,0035 cm, dengan kadang-kadang jaringan serat halus 0,0006-0,001 cm di
permukaan. Berwarna abu-abu gelap dengan kastanye kurang lebih gelap. Biasa
hidup sessile dengan kisaran kedalaman 4-60 m. Terdapat pada daerah beriklim
subtropis. Biasa ditemukan di Timur Laut Atlantik dan Mediterania.
Author
Referensi : ( Hyatt, 1877 )
- Spongia nitens ( shiny sponge )
Berukuran
antara 15 sampai 20 cm. Spons besar; umumnya dengan lobus pendek dan
bulat, selesai pada osculus beberapa mm dengan diameter dan lateral yang
dilalui oleh cahaya, saluran permukaan terlihat di bawah ectosome. Permukaan
kecil dan teratur. Kadang-kadang dilengkapi dengan beberapa spikula langka
asing. Serat sekunder memiliki diameter 0,0022-0,0035 cm dalam jaringan padat,
dengan jaringan permukaan serat halus dengan diameter 0,0004-0,001 cm. Berwarna
putih kekuningan dan sering tampak berkarat di dalamnya. Spesies ini
memiliki yang sangat fleksibel, mungkin lebih "halus" dari semua
spons komersial, tetapi tidak dieksploitasi secara komersial, tidak diragukan
lagi karena ukurannya yang kecil, kelimpahan yang relatif rendah dan kerapuhan
nya. Biasa hidup sessile dalam kedalaman 5 – 60 m. Terdapat pada daerah
beriklim subtropis dan biasa ditemukan di Mediterania.
Author
Referensi : ( Hyatt, 1877 )
- Spongia officinalis ( Greek bathing sponge
)
Berukuran
lebih dari 35 cm. Umumnya masif, bulat, tetapi untuk dapat dilengkapi dengan
lobus teratur (terutama pada spesimen besar), atau dengan osculus lobus besar
berbentuk kerucut. Permukaan dilengkapi dengan conules kecil biasa. Serat
primer berdiameter 0,005-0,01 cm. Serat sekunder berdiameter 0,002 0,0035
cm, jaringan kompak biasanya ada di permukaan. Memiliki warna bervariasi dari
putih kekuningan sedikit ke hitam, dan tampak keputihan dengan warna seperti
karat di dalamnya. Ditemukan di daerah pesisir terutama terumbu karang dengan
substrat batu pada kedalaman antara 5 m sampai 40 m, biasa hidup sessile
pada daerah beriklim subtropis. Biasanya ditemukan di Indo-Pasifik Barat,
Karibia dan Mediterania.
Author
Referensi : ( Hyatt, 1877 )
- Spongia virgultosa
( finger sponge )
Sponge
dengan tebal 0,5-1 cm, dilengkapi dengan oculifera papila berbentuk kerucut
0,5-1,5 cm pada 0,3-0,4 cm diameter. Conules kecil, terlokalisasi pada papila
tersebut, sisa permukaan halus. Serat primer berdiameter 0,004-0,005 cm dan
merupakan serat langka. Serat sekunder berdiameter 0,004-0,005. Berwarna
kekuningan dengan kastanye gelap. Biasa hidup sessile dalam kedalaman 0 sampai
80 m. Hidup pada daerah beriklim subtropis dan biasa ditemukan di Mediterania.
Gambar 9.
Spongia virgultosa
Author Referensi
: ( Schmidt, 1868 )
Spongia sp banyak
ditemukan di perairan laut yang kedalamannya mencapai 50 meter dari dasar laut
( Mukayat, 1994 ), umumnya hidup menempel pada substrat dasar pantai yang
berupa bebatuan, cangkang, koral dari karang. Porifera yang telah dewasa
tidak dapat berpindah tempat (sesil), hidupnya menempel pada batu / berada
didalam dasar laut, karena porifera yang bercirikan tidak dapat berpindah
tempat, kadang dianggap sebagai tumbuhan (Anonim, 2009).
2.3 Anatomi
Dinding
tubuh porifera, termasuk kelas Demospongia pada genus spongia sp terdiri
dari tiga lapis, dari luar ke dalam sebagai berikut :
- Pinacoderm, merupakan sel yang
tersusun oleh sel pipih ( pinacocyte ). Seperti halnya epidermis,
pinacodem berfungsi untuk melindungi bagian dalam tubuh, namaun tidak
seperti epithelium hewan tingkat tinggi, sel ini tidak mempunyai membran
basalis. Bagian sel pinacocyte dapat berkontraksi atau berkerut, sehingga
seluruh tubuhnya dapt sedikit membesat dan mengecil. Basal Pinacocyte
mensekresi zat yang dapat melekatkan hewan ke substrat. Pori dibentuk oleh
sel porocyte yang bentuknya seperti tabung pendek yang menghubungkan
bagian luar dan spongocoel. Porocyte ditutupi di dalam porosopyle dan
sangat bersifat kontraktil. Lumen tabung tersebut merupakan incurrent pore
atau ostium.
- Mesohyl ( mesoglea ) yang
terdiri atas zat semacam agar ( glatinous protein matrix ) mengandung
bahan tulang dan amoebocyte. Sel amoebocyte ini mempunyai banyak fungsi
antara lain untuk mengangkut cadangan makanan, membuang partikel sisa
metabolisme, membuat spikula, serat spons dan membuat sel reproduktif.
Untuk kepentingan berbagai fungsi tersebut, terdapat archaeocyte, mampu
membentuk sel tipe lainnya yang diperlukan. Archaeocyte memiliki
pseudopodia dan nukleus besar. Sel-sel ini terkait nutrisi makanan
dan ekskresi dan kadang-kadang dapat berperilaku sebagai sel kelamin.
Amoebocyte untuk pengangkutan makanan dan berkeliaran didalam mesohyle
disebut amoebocyte pemangsa. Amoebocyte yang menetap dan mempunyai pseudopodia
seperti benang, berfungsi sebagai jaringan pengikat disebut collenocyte.
dibagi dengan pseudopodia bercabang. sel-sel ini tidak memiliki massa
syncytial. Pseudopodia bercabang ini membentuk jaringan seperti struktur.
Amoebocyte yang menghasilkan spikula dan serat spons disebut sclerocyte.
- Choanocyte yang melapisi rongga
spongocoel. Bentuk choanocyte agak lonjong dengan ujung yang satu melekat
pada mesohyl dan ujung yang lainnya berada di spongocoel serta dilengkapi
dengan sebuah flagelum yang dikelilingi kelopak dari fibril. Getaran
flagel pada lapisan ini menghasilkan arus air di dalam spongocoel ke arah
osculum, sementara fibril berfungsi sebagai alat penangkap makanan.
Gambar
10.
Porocyte
Gambar 11. Pinacocyte
Gambar 12.
Choanocyte
Tubuh Spongia
sp memiliki banyak pori yang merupakan awal dari system kanal (saluran air)
yang menghubungkan lingkungan eksternal dengan lingkungan internal. Tubuh
porifera tidak dilengkapi dengan apa yang disebut apendiks dan bagian tubuh
yang dapat digerakkan. Tubuh porifera belum memiliki saluran pencernaan
makanan, adapun pencernannya berlangsung secara intraseluler. Mereka memiliki
ostia kecil. Ostia menyebabkan kanal incurrent banyak, tetapi tidak ada rongga
sentral besar.
Sistem
aliran tubuhnya adalah Leuconoid. Tubuh tipe ini memperlihatkan lipatan –
lipatan dinding spongocoel yang rumit. Lipatan sebelah dalam menghasilkan
sejumlah besar kantung yang dilapisi choanocyte yang disebut flagellated canal
yang kemudian melipat lagi membentuk rongga kecil berflagella yang disebut
flagellated chamber atau choanosyte chamber. Spongocoel menghilang dan
digantikan oleh saluran – saluran kecil menuju oskulum. Dengan banyaknya
lipatan berturut – turut menyebabkan bentuk spons tidak beraturan ( masif ).
Pada permukaannya ditutupi oleh epidermal epitelium yang dihasilkan oleh
epidermal pores dan osculum. Dermal pores tersebut memimpin incurrent canal.
Sub dermal dan incurrent canal memimpin flagellated chamber kecil oleh
prosopyles. Flagellated chambers membuka incurrent canal melalui apopyles yang
berupa tabung besar. Tipe sistem canal ini dibagai menjadi 3 subtipe, yaitu :
- Eurypylous: apopyles yang
membuka langsung ke kanal excurrent melalui mulut lebar. Hal ini hadir
dalam Plakina. Kursus arus air adalah seperti di bawah.
- Aphodal: kanal sempit yang
disebut aphodus hadir antara ruang flagellated dan kanal excurrent.
- Diplodal: Dalam beberapa kasus
tabung dikenal sebagai prosodus muncul antara kanal incurrent dan ruang
flagellated. Ruang flagellated membuka ke kanal excurrent oleh apopyles
dan ini bersatu untuk membentuk tabung yang lebih besar, yang terbesar
mengarah ke osculum.
Sehingga
arus aliran air yang mas uk pada tipe canal Leuconoid adalah :
Ostia
Subdermal pores
incurrent canals
prosopyle
flagellated
chambers
apopyle excurrent canals
larger
channels
osculum
Gambar 13.
Sistem Leuconoid
Gambar
14. Eurypylous ( C2 ), Aphodal ( C3 ), Diplodal ( D )
2.4 fisiologi
2.4.1
Fisiologi pencernaan dan ekskresi
Spongia
sp adalah pemakan suspensi yang juga dikenal makan dengan cara menyaring (
filter feeder ). Ia memperoleh makanan dalam bentuk partikel organik renik,
hidup atau tidak, seperti bakteri, mikroalga dan detritus, yang masuk melalui
pori-pori arus masuk yang terbuka dalam air, dan dibawa kedalam rongga lambung
atau ruang-ruang bercambuk ( Flagella ) di choanocyt. Oleh karena gerakan
flagella dari choanocyt-choanocyt, air mengalir melalui ostia kedalam paragaster.
Dapatlah dikatakan bahwa air disaring melalui ostia tersebut. ( Stanford,
1951 ). Menurut Radiopoetra (1988), paragester adalah suatu rongga
didalam tubuh porifera dimana air dapat masuk kedalamnya, yang kemudian
mengalir keluar melalui osculum.
Air ini
melalui lubang di dalam porocyt. Lubang ini menutup, bila myocyt yang
mengelilingi porocyt mengkerut. Myocyt ini ialah cel-cel otot. Ikut dengan air
itu, ialah benda-benda organik dan jasad-jasad yang kecil. Pada ketika
benda-benda organik dan jasad-jasad kecil ini dialirkan lewat collare dari
choanocyt, mereka terlekat pada collare tersebut. Koanosit juga memakan
partikel makanan, baik disebelah maupun didalam sel leher . Oleh karena gerakan
proto plasma dari collare, mereka diangkut ke pangkal collare pada dataran cel.
Disini mereka dimasukkan kedalam suatu vacuola. Didalam vacuola itu mereka
dicerna. Dengan demikian pada porifera ada pencernaan intra celluler. Kemudian
makanan diberikan kepada amebocyt-amebocyt. Juga di dalam ameobocyt dilakukan
pencernaan. Makanan yang telah dicerna disimpan didalam ameobocyt sebagai
lemak, karbohidrat dan protein. Ameobocyt-ameobocyt mengangkut makanan ke sel -
sel lain. Mereka bergerak di dalam subtansi gelatin. ( Radiopoetra, 1988 ).
Spongia sp hanya melakukan pergerakan atau perputaran air dalam tubuhnya untuk
melakukan pencernaan dan ekskresi, dia tidak mempunyai mulut, rongga pencernaan
dan sistem ekskresi seperti yang terdapat pada hewan tingkat tinggi.
Sisa
makanan yang tidak dicerna dibuang keluar dari dalam sel leher. Makanan itu
dipindahkan dari satu sel ke sel lain dan barang kali diedarkan dalam batas
tertentu oleh sel-sel amoeba yang berkeliaran di lapisan tengah. Penting bagi
sepon untuk hidup dalam air bersikulasi, karennya kita temukan hewan ini
didalam air jernih, bukannya air keruh. Karena arus air yang lewat melalui
sepon membawa serta zat buangan dari tubuh sepon, maka penting agar air yang
keluar melalui oskulum dibuang jauh dari badannya, karena air ini tidak berisi
makanan lagi, tetapi mengandung asam karbon dan sampah nitrogen yang beracun
bagi hewan tersebut. ( Kasijan, R dan Sri, J,. 2009 )
Pada type
leuconoid, saluran – saluran masuk, langsung bermuara ke paragaster. Tetapi
kira – kira ditengah saluran-saluran tersebut melebar, lipatan sebelah dalam
menghasilkan sejumlah besar kantung yang dilapisi choanocyte yang disebut
flagellated canal yang kemudian melipat lagi membentuk rongga kecil berflagella
yang disebut flagellated chamber atau choanosyte chamber. Spongocoel menghilang
dan digantikan oleh saluran – saluran kecil menuju oskulum.
Sehingga
arus aliran air pada Spongia sp yang memiliki sistem cana leuconoid
adalah :
Ostia
Subdermal pores
incurrent canals
prosopyle
flagellated chambers
apopyle excurrent canals
larger channels
osculum
2.4.2
Fisiologi pernafasan
Spons
melakukan respirasi secara aerobik biasa, yaitu melalui difusi oleh sel-sel
individu dalam tubuh spons tersebut. Hyman (1990) menemukan bahwa spons tidak
dapat bertahan jika kekurangan oksigen dalam air atau hidup pada air yang
busuk. Oksigen yang dikonsumsi dalam waktu tertentu tergantung pada tingkat
arus air. Bagian yang terhubung dengan ostium ( tempat masuknya air )
mengandung oksigen 10 sampai 50% dari seluruh oksigen, lebih banyak jika
dibandingkan dengan bagian-bagian spons lainnya.
2.4.3 Fisiologi saraf
2.4.3 Fisiologi saraf
Spons tidak
memiliki sel-sel saraf untuk mengkoordinasikan fungsi tubuh. Kebanyakan reaksi
yang terjadi berasal dari hasil reaksi dari sel individu dalam menanggapi
stimulus. Sebagai contoh, sirkulasi air melalui beberapa spons adalah minimal
saat matahari terbit dan maksimum sesaat sebelum matahari terbenam karena
munculnya cahaya mengakibatkan penyempitan sel porocyte, ostia, dan sekitarnya.
Untuk mengatasi hal tersebut spons menjaga kanal incurrentnya agar tetap
terbuka. Reaksi lain menunjukkan beberapa komunikasi antar sel. Sebagai contoh,
laju sirkulasi air melalui spons bisa berhenti tiba-tiba tanpa penyebab
eksternal yang jelas. Reaksi tersebut dapat disebabkan hanya karena aktivitas
choanocyte berhenti kurang lebih secara bersamaan menyiratkan beberapa bentuk
komunikasi internal adalah unknow. Pesan kimia yang disampaikan oleh sel
amoeboid dan gerakan ion di atas permukaan sel munkin merupakan mekanisme
kontrol. Tubuh spons menunjukkan sedikit kemampuan dalam menanggapi rangsangan
( conduktivitas ). Kemampuan yang paling kuat dalam menanggapi rangsang yang
paling adalah di daerah osculum ( Miller, Stephen dan John Harley, 1996 )
2.4.4 Fisiologi
Osmoregulasi
Spons laut
yang tampaknya isoosmotik ( Hopkins, 1996; Wells,1961 ). Regulasi isotonik atau
Isoosmotik, yaitu bila konsentrasi cairan tubuh sama dengan konsentrasi
media,sehingga dapat dikatakan mereka tidak melakukan osmosis, hanya regulasi
ion ( Sulmartiwi, Laksmi dan Hari suprapto.,2012 ).
2.5
Reproduksi
Reproduksi
hewan ini dilakukan secara aseksual maupun seksual. Umumnya, spons menghasilkan
ovum dan juga sperma pada individu yang sama sehingga porifera bersifat
Hemafrodit. Reproduksi secara aseksual terjadi dengan pembentukan tunas dan
gemmule. Dilakukan dengan membentuk tunas pada tubuh induk., lama-kelamaan akan
terbentuk koloni porifera. Fragmen-fragmen kecil melepaskan diri dari spons
induk, menempel pada substrat, dan tumbuh menjadi spons baru.
Reproduksi
secara seksual dilakukan dengan pembuahan sel telur suatu porifera oleh sel
sprema porifera yang lain secara internal. Masing-masing individu menghasilkan
sperma dan ovum. Kedua sel kelamin terbentuk dari perkembangan sel-sel amebosit
atau koanosit. Sel-sel sperma dilepaskan ke dalam air, kemudian masuk ke tubuh
spons lain bersama aliran air melalui ostium untuk melakukan fertilisasi. Hasil
pembuahan berupa zigot yang akan berkembang menjadi larva bersilia. Larva
tersebut akan keluar dari tubuh porifera induk melalui oskulum, kemudian
melekat di dasar perairan untuk tumbuh menjadi dewasa.
Gambar 15.
(A) Regenerasi, ( B ) Exogenous budding, (C) Formation of reduction bodies, ( D
) Gemmule in fresh water sponge (E) Gemmuld formation in marine sponge, (F)
Mature ovum in the mesenchyme, (G) Fertilized egg, ( H ) Amphibtastula larva
(l) Sycon
embryo after
gastrulation and attachment with choanocytes developing from micromeres and
macromeres (J) Olynthus stage.
2.6 Nilai Ekonomis
Sudah sejak
zaman dahulu orang menggunakan spongia (bunga karang ) untuk membersihkan
badan, untuk menyuci barang dan sebagainya. Yang dipakai sebagai alat pembersih
adalah skletonnya, yang tidak lagi mengandung protoplasma . Hal ini karena
bangunan itu berlubang-lubang dan bersifat kenyal ia dapat menyerap air kedalam
lubang-lubangnya. Air ini akan keluar bila ia kemudian diperas selain itu
karena spikulanya yang terbuat dari serabut protein spongin yang lunak. Setelah
diambil dari dasar laut, spongia ( bunga karang ) dipukuli, kadang – kadang
diputihkan dengan obat, dipotong-potong dan dikeringkan. Penghasil spongia
adalah negara-negara sekitar Laut tengah, india dan Florida. ( Mukayat, 1994
dan Radiopoetra, 1988 ) Tubuh porifera yang mati ada yang digunakan untuk
hiasan. Selain itu juga dapat digunakan untuk menyembuhkan laringitis akut dan
radang tenggorokan, juga mengindikasikan penyakit paru-paru dalam laring. (
Farrington )
Dekat pantai
pulau-pulau Bahama, Florida dan Italia diternak Euspongia dengan
memotong-motong koloni. Kemudian tiap potongan diikat kepada suatu keping yang
dibuat dari semen dan ditenggelamkan kedalam laut. Didalam bneberapa tahun
potongan-potongan ini sudah tumbuh cukup besar untuk dijual. Setelah skleton
dibersihkan dari benda-benda protoplasmatis, ia dapat dipakai. ( Radiopoetra,
1988 )
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Spongia sp merupkan
Salah satu spesiaes daru kelas Demospongia. Spongia sp memiliki tinggi
10 cm dan diameter 1 cm dengan bentuk bulat masif menyerupai mangkuk.
Kerangkanya terdiri dari serabut spongin, zat yang secara kimia bersekutu
dengan sutera dan tidak mempunyai spikula maupun mengandung silika.
Serabut-serabut spongin (keras = tanduk) tersebut menyediakan dukungan untuk
menjaga pori-pori terbuka Dinding tubuh porifera, termasuk kelas Demospongia
pada genus spongia sp terdiri dari tiga lapis,yaitu: Pinacoderm,
merupakan sel yang tersusun oleh sel pipih ( pinacocyte ), mesohyl ( mesoglea )
yang terdiri atas zat semacam agar ( glatinous protein matrix ) mengandung
bahan tulang dan amoebocyte, Choanocyte yang melapisi rongga spongocoel.
Mempunyai
tipe sel Leuconoid/Rhagon yang rumit dan kompleks. Pada ujung cabangnya
terdapat oskulum sebagai tempat keluarnya air dari dalam tubuh spons dan di
daerah badannya terdapat ostium sebagai tempat masuknya air. Tubuh tipe ini
memperlihatkan lipatan – lipatan dinding spongocoel yang rumit. Lipatan sebelah
dalam menghasilkan sejumlah besar kantung yang dilapisi choanocyte yang disebut
flagellated canal yang kemudian melipat lagi membentuk rongga kecil berflagella
yang disebut flagellated chamber atau choanosyte chamber. Spongocoel menghilang
dan digantikan oleh saluran – saluran kecil menuju oskulum. Dengan banyaknya
lipatan berturut – turut menyebabkan bentuk spons tidak beraturan ( masif ).
Spongia sp adalah
pemakan suspensi yang juga dikenal makan dengan cara menyaring ( filter feeder
). Ia memperoleh makanan dalam bentuk partikel organik renik, hidup atau tidak,
seperti bakteri, mikroalga dan detritus, yang masuk melalui pori-pori arus
masuk yang terbuka dalam air, dan dibawa kedalam rongga lambung atau
ruang-ruang bercambuk ( Flagella ) di choanocyt. Respirasinya melalui difusi
oleh sel-sel individu dalam tubuh spons tersebut. Spons tidak memiliki sel-sel
saraf untuk mengkoordinasikan fungsi tubuh. Kebanyakan reaksi yang terjadi
berasal dari hasil reaksi dari sel individu dalam menanggapi stimulus. Memiliki
Regulasi isotonik atau Isoosmotik terhadap air laut. Reproduksi hewan ini
dilakukan secara aseksual maupun seksual. Umumnya, spons menghasilkan ovum dan
juga sperma pada individu yang sama sehingga porifera bersifat Hemafrodit.
Reproduksi secara aseksual terjadi dengan pembentukan tunas dan gemmule.
Reproduksi secara seksual dilakukan dengan pembuahan sel telur suatu porifera
oleh sel sprema porifera yang lain secara internal. Spongia sp banyak
ditemukan di perairan laut yang kedalamannya mencapai 50 meter dari dasar laut.
Sudah sejak zaman dahulu orang menggunakan spongia (bunga karang ) untuk
membersihkan badan, untuk menyuci barang dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar