Minggu, 17 Maret 2013


1.8.2. Demospongiae
Demospongiae ( dalam bahasa yunani, demo = tebal, spongia = spons) memiliki rangka yang tersusun dari serabut spongin.
Tubuhnya berwarna cerah karena mengandung pigmen yang terdapat pada amoebosit.Fungsi warna diduga untuk melindungi tubuhnya dari sinar matahari.Bentuk tubuhnya tidak beraturan dan bercabang.Tinggi dan diameternya ada yang mencapai lebih dari 1 meter.Seluruh Demospongiae memiliki saluran air tipe Leukonoid.Habitat Demospongiae umumnya di laut dalam maupun dangkal, meskipun ada yang di air tawar.Demospongiae adalah satu-satunya kelompok porifera yang anggotanya ada yang hidup di air tawar.Demospongiae merupakan kelas terbesar yang mencakup 90% dari seluruh jenis porifera.
Contoh Demospongiae adalah spongia, hippospongia dan Niphates digitalis.


Kelas yang paling menerik diantara kelas lainnya dalam phylum Porifera ini adalah Demospongiae ( dalam bahasa yunani, demo = tebal, spongia = spons) Demospongiae merupakan kelas terbesar yang mencakup 90% dari seluruh jenis porifera. Rangka terdiri dari silikat, bertulang lunak spons. Tubuhnya berwarna cerah karena mengandung pigmen yang terdapat pada amoebosit. Fungsi warna diduga untuk melindungi tubuhnya dari sinar matahari. Bentuk tubuhnya tidak beraturan dan bercabang. Seluruh Demospongiae memiliki saluran air tipe Leukonoid. Habitat Demospongiae umumnya di laut dalam maupun dangkal, meskipun ada yang di air tawar ( Dorit,dkk,- ).
Salah satu spesies dari kelas Demospongiae adalah Spongia sp. Hewan ini banyak ditemukan di perairan laut yang kedalamannya mencapai 50 meter dari dasar laut, umumnya hidup menempel pada substrat dasar pantai yang berupa bebatuan, cangkang, koral  dari karang.
Spongia sp dapat digunakan untuk alat gosok tubuh pada waktu mandi. Hal  ini karena spikula terbuat dari serabut protein spongin yang lunak. Selain itu juga dapat digunakan untuk menyembuhkan laringitis akut dan radang tenggorokan, juga mengindikasikan penyakit paru-paru dalam laring. ( Farrington,- )


2.1 Klasifikasi
Pada awalnya Porifera dianggap sebagai tumbuhan. Baru pada tahun 1765 dinyatakan sebagai hewan setelah ditemukan adanya aliran air yang terjadi di dalam tubuh porifera.  Dari 10.000 spesies Porifera yang sudah teridentifikasi, sebagian besar hidup di laut dan hanya 159 spesies hidup di air tawar, semuanya termasuk famili spongilidae. Umunya terdapat di perairan jernih, dangkal, menempel di substrat. Beberapa menetap di dasar perairan atau Lumpur (Aslan,dkk, 2010). 
Menurut Linneaus ( 1759 ) klasifikasi Spongia sp adalah sebagai berikut:
Kingdom         : Animalia
Pylum              : Porifera
Kelas               : Demospongiae
Ordo                : Dictyoceratida
Famili              : Spongiidae
Genus              : Spongia
Spesies            : Spongia sp

2.2 Morfologi
Spongia sp memiliki tinggi 10 cm dan diameter 1 cm  dengan bentuk bulat masif menyerupai mangkuk. Serta mempunyai tipe sel Leuconoid/Rhagon yang rumit dan kompleks. Warna tubuhnya putih keruh coklat dan ada juga yang berwarna kuning atau orange.  Pada ujung cabangnya terdapat oskulum ( tunggal : oskula ) sebagai tempat keluarnya air dari dalam tubuh spons dan di daerah badannya terdapat ostium ( tunggal : ostia ) sebagai tempat masuknya air.
Kerangkanya terdiri dari serabut spongin, zat yang secara kimia bersekutu dengan sutera. Spongin adalah zat mirip dengan keratin rambut dan bulu serta berbentuk kolagen. Ia dikeluarkan oleh sel berbentuk staples yang dinamakan spongoblast ( sel penghasil spongin ). ( Kasijan, R dan Sri, J,. 2009 ). Pada spons mandi ( Spongia sp ) tidak mempunyai spikula maupun mengandung silika. ( Harris, 1992 ). Serabut-serabut spongin (keras = tanduk) tersebut menyediakan dukungan untuk menjaga pori-pori terbuka
Gambar 1. Spongioblast dan pembentukan spongin ( kiri ) dan pembentukan spongin ( kanan )
Spongia sp banyak ditemukan di perairan laut yang kedalamannya mencapai 50 meter dari dasar laut, umumnya hidup menempel pada substrat dasar pantai yang berupa bebatuan, cangkang, koral  dari karang.
Beberapa contoh spesies dari genus Spongia dan penyebarannya :
  1. Spongia tubulifera fouled
Berbentuk seperti bola besar dan lunak, tought serta bersifat  masif. Warna kulit hitam, tetapi tampaknya ada yang  sangat mengotori di antara oscules tersebar, yang bisa diangkat sebagai cerobong asap, mereka berakhir dengan kerah berbentuk kerucut. Interior krem putih. Mirip dengan kerangka Spongia obscura smooth, tapi lebih tebal dari Spongia obscura shaggy.  Biasa ditemukan di Bahama – Bimini, Bahama - Little San Salvador, Bahama - Sweetings Cay.





    
   
Gambar 2. Spongia tubulifera fouled 
  Author Referensi: ( Lamarck, 1813)
  1. 2.        Spongia obscura shaggy
Berwarna hitam dan besar ,membentuk gundukan lateral pipih atau bulat. Bersifat lobate dan masif.  Diratakan yang dengan oscules berjajar dalam puncak yang bulat dengan oscules tersebar. Oscules dengan kerah berbentuk kerucut. Shaggy dengan ujung serat permukaan. Interior bata merah. Spongin lebih tipis daripada di Spongia lain dari panduan serat ini, dalam retikulasi lebih dikemas. Biasa ditemukan di Bahama - Little San Salvador.

    
    




Gambar 3. Spongia obscura shaggy
Author Referensi : ( Hyatt,1877 )
  1. Spongia obscura smooth
Berwarna Hitam,seperti gundukan halus, seringkali cukup bulat tapi terdapat lateral yang diperluas. Bersifat masif dan merayap. Oscules tersebar atau sejajar, dengan kerah berbentuk kerucut. Interior warna krem​​. Kerangkanya lebih tebal dari Spongia obscura shaggy. Biasa ditemukan di Bahama - Cat Island, SW, Bahama - Little San Salvador, Bahama - Northern Exuma Cays, Bahama - Sweetings Cay


    
  



Gambar 4. Spongia sp. "obscura" smooth
Author Referensi : ( Hyatt, 1877 ) 
  1. 4.    Spongia manipulates 
Berukuran  sampai 10 cm dengan lebar 20 cm. sangat kenyal dan agak keras karena jaringan fibrosa padat. Warnanya hitam dan secara keseluruhan berbentuk kompak, gundukan hemispherical. Habitatnya biasa hidup di bawah terumbu karang dan mulut gua. Biasa ditemukan di utara dan tenggara Selandia Baru.


Gambar 5. Spongia manipulates
Author Referensi : (Cook & Bergquist, 2002)
  1. Spongia agaricina  ( elephant ear )
Sponge berbentuk seperti pisau tebal atau lebih mirip telinga gajah, berukuran dengan panjang maksimal 10 cm. membawa osculus banyak berukuran kecil, lebih teratur ditata, ke arah yang berkumpul permukaan saluran kecil menghembuskan napas. Komposisi serat utama: 5 - 8 cm diameter, dengan benda asing. Serat sekunder : 0,0025-0,0035 cm, dengan kadang-kadang jaringan serat halus 0,0006-0,001 cm di permukaan. Berwarna abu-abu gelap dengan kastanye kurang lebih gelap. Biasa hidup sessile dengan kisaran kedalaman 4-60 m. Terdapat pada daerah beriklim subtropis. Biasa ditemukan di Timur Laut Atlantik dan Mediterania.





Author Referensi : ( Hyatt, 1877 )
  1. Spongia nitens ( shiny sponge )
Berukuran  antara 15 sampai 20 cm. Spons besar; umumnya dengan lobus pendek dan bulat, selesai pada osculus beberapa mm dengan diameter dan lateral yang dilalui oleh cahaya, saluran permukaan terlihat di bawah ectosome. Permukaan kecil dan teratur. Kadang-kadang dilengkapi dengan beberapa spikula langka asing. Serat sekunder memiliki diameter 0,0022-0,0035 cm dalam jaringan padat, dengan jaringan permukaan serat halus dengan diameter 0,0004-0,001 cm. Berwarna putih kekuningan dan  sering tampak berkarat di dalamnya. Spesies ini memiliki yang sangat fleksibel, mungkin lebih "halus" dari semua spons komersial, tetapi tidak dieksploitasi secara komersial, tidak diragukan lagi karena ukurannya yang kecil, kelimpahan yang relatif rendah dan kerapuhan nya. Biasa hidup sessile dalam kedalaman 5 – 60 m. Terdapat pada daerah beriklim subtropis dan biasa ditemukan di Mediterania.






Gambar 7. Spongia nitens
Author Referensi : ( Hyatt, 1877 )

  1. Spongia officinalis ( Greek bathing sponge )
Berukuran lebih dari 35 cm. Umumnya masif, bulat, tetapi untuk dapat dilengkapi dengan lobus teratur (terutama pada spesimen besar), atau dengan osculus lobus besar berbentuk kerucut. Permukaan dilengkapi dengan conules kecil biasa. Serat primer berdiameter 0,005-0,01 cm. Serat  sekunder berdiameter 0,002 0,0035 cm, jaringan kompak biasanya ada di permukaan. Memiliki warna bervariasi dari putih kekuningan sedikit ke hitam, dan tampak keputihan dengan warna seperti karat di dalamnya. Ditemukan di daerah pesisir terutama terumbu karang dengan substrat  batu pada kedalaman antara 5 m sampai 40 m, biasa hidup sessile pada daerah beriklim subtropis. Biasanya ditemukan di Indo-Pasifik Barat, Karibia dan Mediterania.






Author Referensi : ( Hyatt, 1877 )
  1. Spongia virgultosa  ( finger sponge )
Sponge dengan tebal 0,5-1 cm, dilengkapi dengan oculifera papila berbentuk kerucut 0,5-1,5 cm pada 0,3-0,4 cm diameter. Conules kecil, terlokalisasi pada papila tersebut, sisa permukaan halus. Serat primer berdiameter 0,004-0,005 cm dan merupakan serat langka. Serat  sekunder berdiameter 0,004-0,005. Berwarna kekuningan dengan kastanye gelap. Biasa hidup sessile dalam kedalaman 0 sampai 80 m. Hidup pada daerah beriklim subtropis dan biasa ditemukan di Mediterania.


Gambar 9. Spongia virgultosa
Author Referensi : ( Schmidt, 1868 )
Spongia sp banyak ditemukan di perairan laut yang kedalamannya mencapai 50 meter dari dasar laut ( Mukayat, 1994 ), umumnya hidup menempel pada substrat dasar pantai yang berupa bebatuan, cangkang, koral  dari karang. Porifera yang telah dewasa tidak dapat berpindah tempat (sesil), hidupnya menempel pada batu / berada didalam dasar laut, karena porifera yang bercirikan tidak dapat berpindah tempat, kadang dianggap sebagai tumbuhan (Anonim, 2009).
2.3 Anatomi
Dinding tubuh porifera, termasuk kelas Demospongia pada genus spongia sp terdiri dari tiga lapis, dari luar ke dalam sebagai berikut :
  1. Pinacoderm, merupakan sel yang tersusun oleh sel pipih ( pinacocyte ). Seperti halnya epidermis, pinacodem berfungsi untuk melindungi bagian dalam tubuh, namaun tidak seperti epithelium hewan tingkat tinggi, sel ini tidak mempunyai membran basalis. Bagian sel pinacocyte dapat berkontraksi atau berkerut, sehingga seluruh tubuhnya dapt sedikit membesat dan mengecil. Basal Pinacocyte mensekresi zat yang dapat melekatkan hewan ke substrat. Pori dibentuk oleh sel porocyte yang bentuknya seperti tabung pendek yang menghubungkan bagian luar dan spongocoel. Porocyte ditutupi di dalam porosopyle dan sangat bersifat kontraktil. Lumen tabung tersebut merupakan incurrent pore atau ostium.
  2. Mesohyl ( mesoglea ) yang terdiri atas zat semacam agar ( glatinous protein matrix ) mengandung bahan tulang dan amoebocyte. Sel amoebocyte ini mempunyai banyak fungsi antara lain untuk mengangkut cadangan makanan, membuang partikel sisa metabolisme, membuat spikula, serat spons dan membuat sel reproduktif. Untuk kepentingan berbagai fungsi tersebut, terdapat archaeocyte, mampu membentuk sel tipe lainnya yang diperlukan. Archaeocyte memiliki pseudopodia dan nukleus besar. Sel-sel ini terkait  nutrisi makanan dan ekskresi dan kadang-kadang dapat berperilaku sebagai sel kelamin. Amoebocyte untuk pengangkutan makanan dan berkeliaran didalam mesohyle disebut amoebocyte pemangsa. Amoebocyte yang menetap dan mempunyai pseudopodia seperti benang, berfungsi sebagai jaringan pengikat disebut collenocyte. dibagi dengan pseudopodia bercabang. sel-sel ini tidak memiliki massa syncytial. Pseudopodia bercabang ini membentuk jaringan seperti struktur. Amoebocyte yang menghasilkan spikula dan serat spons disebut sclerocyte.
  3. Choanocyte yang melapisi rongga spongocoel. Bentuk choanocyte agak lonjong dengan ujung yang satu melekat pada mesohyl dan ujung yang lainnya berada di spongocoel serta dilengkapi dengan sebuah flagelum yang dikelilingi kelopak dari fibril. Getaran flagel pada lapisan ini menghasilkan arus air di dalam spongocoel ke arah osculum, sementara fibril berfungsi sebagai alat penangkap makanan.


 Gambar 10. Porocyte                                        Gambar 11. Pinacocyte



Gambar 12. Choanocyte
Tubuh Spongia sp memiliki banyak pori yang merupakan awal dari system kanal (saluran air) yang menghubungkan lingkungan eksternal dengan lingkungan internal. Tubuh porifera tidak dilengkapi dengan apa yang disebut apendiks dan bagian tubuh yang dapat digerakkan. Tubuh porifera belum memiliki saluran pencernaan makanan, adapun pencernannya berlangsung secara intraseluler. Mereka memiliki ostia kecil. Ostia menyebabkan kanal incurrent banyak, tetapi tidak ada rongga sentral besar.
Sistem aliran tubuhnya adalah Leuconoid. Tubuh tipe ini memperlihatkan lipatan – lipatan dinding spongocoel yang rumit. Lipatan sebelah dalam menghasilkan sejumlah besar kantung yang dilapisi choanocyte yang disebut flagellated canal yang kemudian melipat lagi membentuk rongga kecil berflagella yang disebut flagellated chamber atau choanosyte chamber. Spongocoel menghilang dan digantikan oleh saluran – saluran kecil menuju oskulum. Dengan banyaknya lipatan berturut – turut menyebabkan bentuk spons tidak beraturan ( masif ). Pada permukaannya ditutupi oleh epidermal epitelium yang dihasilkan oleh epidermal pores dan osculum. Dermal pores tersebut memimpin incurrent canal. Sub dermal dan incurrent canal memimpin flagellated chamber kecil oleh prosopyles. Flagellated chambers membuka incurrent canal melalui apopyles yang berupa tabung besar. Tipe sistem canal ini dibagai menjadi 3 subtipe, yaitu :
  1.  Eurypylous: apopyles yang membuka langsung ke kanal excurrent melalui mulut lebar. Hal ini hadir dalam Plakina. Kursus arus air adalah seperti di bawah.
  2. Aphodal: kanal sempit yang disebut aphodus hadir antara ruang flagellated dan kanal excurrent.
  3. Diplodal: Dalam beberapa kasus tabung dikenal sebagai prosodus muncul antara kanal incurrent dan ruang flagellated. Ruang flagellated membuka ke kanal excurrent oleh apopyles dan ini bersatu untuk membentuk tabung yang lebih besar, yang terbesar mengarah ke osculum.
Sehingga arus aliran air yang mas  uk pada tipe canal Leuconoid adalah :
Ostia         Subdermal pores         incurrent canals           prosopyle         flagellated chambers               apopyle      excurrent canals          larger channels            osculum

Gambar 13. Sistem Leuconoid
 Gambar 14. Eurypylous ( C2 ), Aphodal ( C3 ), Diplodal ( D )
2.4 fisiologi
2.4.1 Fisiologi pencernaan dan ekskresi
 Spongia sp adalah pemakan suspensi yang juga dikenal makan dengan cara menyaring ( filter feeder ). Ia memperoleh makanan dalam bentuk partikel organik renik, hidup atau tidak, seperti bakteri, mikroalga dan detritus, yang masuk melalui pori-pori arus masuk yang terbuka dalam air, dan dibawa kedalam rongga lambung atau ruang-ruang bercambuk ( Flagella ) di choanocyt.  Oleh karena gerakan flagella dari choanocyt-choanocyt, air mengalir melalui ostia kedalam paragaster. Dapatlah dikatakan bahwa air disaring melalui ostia tersebut.  ( Stanford, 1951 ). Menurut  Radiopoetra (1988), paragester adalah suatu rongga didalam tubuh porifera dimana air dapat masuk kedalamnya, yang kemudian mengalir keluar melalui osculum.  
Air ini melalui lubang di dalam porocyt. Lubang ini menutup, bila myocyt yang mengelilingi porocyt mengkerut. Myocyt ini ialah cel-cel otot. Ikut dengan air itu, ialah benda-benda organik dan jasad-jasad yang kecil. Pada ketika benda-benda organik dan jasad-jasad kecil ini dialirkan lewat collare dari choanocyt, mereka terlekat pada collare tersebut. Koanosit juga memakan partikel makanan, baik disebelah maupun didalam sel leher . Oleh karena gerakan proto plasma dari collare, mereka diangkut ke pangkal collare pada dataran cel. Disini mereka dimasukkan kedalam suatu vacuola. Didalam vacuola itu mereka dicerna. Dengan demikian pada porifera ada pencernaan intra celluler. Kemudian makanan diberikan kepada amebocyt-amebocyt. Juga di dalam ameobocyt dilakukan pencernaan. Makanan yang telah dicerna disimpan didalam ameobocyt sebagai lemak, karbohidrat dan protein. Ameobocyt-ameobocyt mengangkut makanan ke sel - sel lain. Mereka bergerak di dalam subtansi gelatin. ( Radiopoetra, 1988 ). Spongia sp hanya melakukan pergerakan atau perputaran air dalam tubuhnya untuk melakukan pencernaan dan ekskresi, dia tidak mempunyai mulut, rongga pencernaan dan sistem ekskresi seperti yang terdapat pada  hewan tingkat tinggi.
 Sisa makanan yang tidak dicerna dibuang keluar dari dalam sel leher. Makanan itu dipindahkan dari satu sel ke sel lain dan barang kali diedarkan dalam batas tertentu oleh sel-sel amoeba yang berkeliaran di lapisan tengah. Penting bagi sepon untuk hidup dalam air bersikulasi, karennya kita temukan hewan ini didalam air jernih, bukannya air keruh. Karena arus air yang lewat melalui sepon membawa serta zat buangan dari tubuh sepon, maka penting agar air yang keluar melalui oskulum dibuang jauh dari badannya, karena air ini tidak berisi makanan lagi, tetapi mengandung asam karbon dan sampah nitrogen yang beracun bagi hewan tersebut. ( Kasijan, R dan Sri, J,. 2009 )
Pada type leuconoid, saluran – saluran masuk, langsung bermuara ke paragaster. Tetapi kira – kira ditengah saluran-saluran tersebut melebar, lipatan sebelah dalam menghasilkan sejumlah besar kantung yang dilapisi choanocyte yang disebut flagellated canal yang kemudian melipat lagi membentuk rongga kecil berflagella yang disebut flagellated chamber atau choanosyte chamber. Spongocoel menghilang dan digantikan oleh saluran – saluran kecil menuju oskulum.
Sehingga arus aliran air pada Spongia sp yang memiliki sistem cana leuconoid adalah :
Ostia         Subdermal pores         incurrent canals           prosopyle         flagellated chambers               apopyle      excurrent canals          larger channels            osculum
2.4.2 Fisiologi pernafasan
Spons melakukan respirasi secara aerobik biasa, yaitu melalui difusi oleh sel-sel individu dalam tubuh spons tersebut. Hyman (1990) menemukan bahwa spons tidak dapat bertahan jika kekurangan oksigen dalam air atau hidup pada air yang busuk. Oksigen yang dikonsumsi dalam waktu tertentu tergantung pada tingkat arus air. Bagian yang terhubung dengan ostium ( tempat masuknya air ) mengandung oksigen 10 sampai 50% dari seluruh oksigen, lebih banyak jika dibandingkan dengan bagian-bagian spons lainnya.
2.4.3 Fisiologi saraf
Spons tidak memiliki sel-sel saraf untuk mengkoordinasikan fungsi tubuh. Kebanyakan reaksi yang terjadi berasal dari hasil reaksi dari sel individu dalam menanggapi stimulus. Sebagai contoh, sirkulasi air melalui beberapa spons adalah minimal saat matahari terbit dan maksimum sesaat sebelum matahari terbenam karena munculnya cahaya mengakibatkan penyempitan sel porocyte, ostia, dan sekitarnya. Untuk mengatasi hal tersebut spons menjaga kanal incurrentnya agar tetap terbuka. Reaksi lain menunjukkan beberapa komunikasi antar sel. Sebagai contoh, laju sirkulasi air melalui spons bisa berhenti tiba-tiba tanpa penyebab eksternal yang jelas. Reaksi tersebut dapat disebabkan hanya karena aktivitas choanocyte berhenti kurang lebih secara bersamaan menyiratkan beberapa bentuk komunikasi internal adalah unknow. Pesan kimia yang disampaikan oleh sel amoeboid dan gerakan ion di atas permukaan sel munkin merupakan mekanisme kontrol. Tubuh spons menunjukkan sedikit kemampuan dalam menanggapi rangsangan ( conduktivitas ). Kemampuan yang paling kuat dalam menanggapi rangsang yang paling  adalah di daerah osculum ( Miller, Stephen dan John Harley, 1996 )
2.4.4 Fisiologi Osmoregulasi
Spons laut yang tampaknya isoosmotik ( Hopkins, 1996; Wells,1961 ). Regulasi isotonik atau Isoosmotik, yaitu bila konsentrasi cairan tubuh sama dengan konsentrasi media,sehingga dapat dikatakan mereka tidak melakukan osmosis, hanya regulasi ion ( Sulmartiwi, Laksmi dan Hari suprapto.,2012 ).
2.5 Reproduksi
Reproduksi hewan ini dilakukan secara aseksual maupun seksual. Umumnya, spons menghasilkan ovum dan juga sperma pada individu yang sama sehingga porifera bersifat Hemafrodit. Reproduksi secara aseksual terjadi dengan pembentukan tunas dan gemmule. Dilakukan dengan membentuk tunas pada tubuh induk., lama-kelamaan akan terbentuk koloni porifera. Fragmen-fragmen kecil melepaskan diri dari spons induk, menempel pada substrat, dan tumbuh menjadi spons baru.
Reproduksi secara seksual dilakukan dengan pembuahan sel telur suatu porifera oleh sel sprema porifera yang lain secara internal. Masing-masing individu menghasilkan sperma dan ovum. Kedua sel kelamin terbentuk dari perkembangan sel-sel amebosit atau koanosit. Sel-sel sperma dilepaskan ke dalam air, kemudian masuk ke tubuh spons lain bersama aliran air melalui ostium untuk melakukan fertilisasi. Hasil pembuahan berupa zigot yang akan berkembang menjadi larva bersilia. Larva tersebut akan keluar dari tubuh porifera induk melalui oskulum, kemudian melekat di dasar perairan untuk tumbuh menjadi dewasa.


Gambar 15. (A) Regenerasi, ( B ) Exogenous budding, (C) Formation of reduction bodies, ( D ) Gemmule in fresh water sponge (E) Gemmuld formation in marine sponge, (F) Mature ovum in the mesenchyme, (G) Fertilized egg, ( H ) Amphibtastula larva (l) Sycon
embryo after gastrulation and attachment with choanocytes developing from micromeres and macromeres (J) Olynthus stage. 


2.6 Nilai Ekonomis
Sudah sejak zaman dahulu orang menggunakan spongia (bunga karang ) untuk membersihkan badan, untuk menyuci barang dan sebagainya. Yang dipakai sebagai alat pembersih adalah skletonnya, yang tidak lagi mengandung protoplasma . Hal ini karena bangunan itu berlubang-lubang dan bersifat kenyal ia dapat menyerap air kedalam lubang-lubangnya. Air ini akan keluar bila ia kemudian diperas selain itu karena spikulanya yang terbuat dari serabut protein spongin yang lunak. Setelah diambil dari dasar laut, spongia ( bunga karang ) dipukuli, kadang – kadang diputihkan dengan obat, dipotong-potong dan dikeringkan. Penghasil spongia adalah negara-negara sekitar Laut tengah, india dan Florida. ( Mukayat, 1994 dan Radiopoetra, 1988 ) Tubuh porifera yang mati ada yang digunakan untuk hiasan. Selain itu juga dapat digunakan untuk menyembuhkan laringitis akut dan radang tenggorokan, juga mengindikasikan penyakit paru-paru dalam laring. ( Farrington )
Dekat pantai pulau-pulau Bahama, Florida dan Italia diternak Euspongia dengan memotong-motong koloni. Kemudian tiap potongan diikat kepada suatu keping yang dibuat dari semen dan ditenggelamkan kedalam laut. Didalam bneberapa tahun potongan-potongan ini sudah tumbuh cukup besar untuk dijual. Setelah skleton dibersihkan dari benda-benda protoplasmatis, ia dapat dipakai. ( Radiopoetra, 1988 )







BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Spongia sp merupkan Salah satu spesiaes daru kelas Demospongia. Spongia sp memiliki tinggi 10 cm dan diameter 1 cm  dengan bentuk bulat masif menyerupai mangkuk. Kerangkanya terdiri dari serabut spongin, zat yang secara kimia bersekutu dengan sutera dan tidak mempunyai spikula maupun mengandung silika. Serabut-serabut spongin (keras = tanduk) tersebut menyediakan dukungan untuk menjaga pori-pori terbuka Dinding tubuh porifera, termasuk kelas Demospongia pada genus spongia sp terdiri dari tiga lapis,yaitu: Pinacoderm, merupakan sel yang tersusun oleh sel pipih ( pinacocyte ), mesohyl ( mesoglea ) yang terdiri atas zat semacam agar ( glatinous protein matrix ) mengandung bahan tulang dan amoebocyte, Choanocyte yang melapisi rongga spongocoel. 
Mempunyai tipe sel Leuconoid/Rhagon yang rumit dan kompleks. Pada ujung cabangnya terdapat oskulum sebagai tempat keluarnya air dari dalam tubuh spons dan di daerah badannya terdapat ostium sebagai tempat masuknya air. Tubuh tipe ini memperlihatkan lipatan – lipatan dinding spongocoel yang rumit. Lipatan sebelah dalam menghasilkan sejumlah besar kantung yang dilapisi choanocyte yang disebut flagellated canal yang kemudian melipat lagi membentuk rongga kecil berflagella yang disebut flagellated chamber atau choanosyte chamber. Spongocoel menghilang dan digantikan oleh saluran – saluran kecil menuju oskulum. Dengan banyaknya lipatan berturut – turut menyebabkan bentuk spons tidak beraturan ( masif ).
Spongia sp adalah pemakan suspensi yang juga dikenal makan dengan cara menyaring ( filter feeder ). Ia memperoleh makanan dalam bentuk partikel organik renik, hidup atau tidak, seperti bakteri, mikroalga dan detritus, yang masuk melalui pori-pori arus masuk yang terbuka dalam air, dan dibawa kedalam rongga lambung atau ruang-ruang bercambuk ( Flagella ) di choanocyt. Respirasinya melalui difusi oleh sel-sel individu dalam tubuh spons tersebut. Spons tidak memiliki sel-sel saraf untuk mengkoordinasikan fungsi tubuh. Kebanyakan reaksi yang terjadi berasal dari hasil reaksi dari sel individu dalam menanggapi stimulus. Memiliki Regulasi isotonik atau Isoosmotik terhadap air laut. Reproduksi hewan ini dilakukan secara aseksual maupun seksual. Umumnya, spons menghasilkan ovum dan juga sperma pada individu yang sama sehingga porifera bersifat Hemafrodit. Reproduksi secara aseksual terjadi dengan pembentukan tunas dan gemmule. Reproduksi secara seksual dilakukan dengan pembuahan sel telur suatu porifera oleh sel sprema porifera yang lain secara internal. Spongia sp banyak ditemukan di perairan laut yang kedalamannya mencapai 50 meter dari dasar laut. Sudah sejak zaman dahulu orang menggunakan spongia (bunga karang ) untuk membersihkan badan, untuk menyuci barang dan sebagainya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar